Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Peraturan Menteri Dalam Negeri No 84 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2023


Beberapa waktu yang lalu Pemerintah Pusat melalui Kementrian Dalam Negeri telah menetapkan dasar hukum sekaligus pedoman penyusunan APBD Tahun Anggaran 2023 dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 84 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2023 dan terbagi dalam 7 bagian yaitu:

  1. Singkronisasi kebijakan pemerintah daerah dengan kebijakan pemerintah pusat
  2. Prinsip Penyusunan APBD 2023
  3. Kebijakan Penyusunan Anggaran Pendapatan Daerah
  4. Kebijakan Penyusunan Anggaran Belanja Daerah
  5. Kebijakan Penyusunan Anggaran Pembiayaan Daerah
  6. Teknis Penyusunan APBD
  7. Hal Khusus Lainnya (Mandatory Spending)

Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, pedoman penyusunan APBD tidak terlalu berbeda signifikan, hanya terdapat hal-hal tertentu yang dilakukan penekanan. Dari sekitar 206 halaman Dalam Permendagri No 8 Tahun 2022 tersebut terdapat hal-hal penting dan wajib dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagai berikut:

Kebijakan Penyusunan Anggaran Belanja Daerah
  1. Dukungan program pemulihan ekonomi daerah yang terkait dengan percepatan penyediaan sarana dan prasarana layanan publik dan ekonomi dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, mengurangi kesenjangan penyediaan layanan publik; perlindungan sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat;
  2. Perlindungan sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat;
  3. Dukungan pelaksanaan program vaksinasi Corona Virus Disease 2019;
  4. Dukungan kelurahan dalam penanganan dan pengendalian pandemi Corona Virus Disease 2019 untuk pos komando tingkat kelurahan;
  5. Insentif tenaga kesehatan untuk penanganan dan pengendalian pandemi Corona Virus Disease 2019;
  6. Dukungan penanganan dan pengendalian pandemi Corona Virus Disease 2019 skala desa; dan
  7. Belanja kesehatan lainnya sesuai kegiatan prioritas yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Belanja Kesehatan lainnya difokuskan penggunaannya paling sedikit meliputi:
  1. optimalisasi pencegahan dengan melakukan screening test, tracing,dan tracking, system surveilans penyakit terintegrasi dan real time, penguatan kapasitas pengujian di laboratorium;
  2. optimalisasi fasilitas kesehatan dan Farmasi dan Alat Kesehatan(farmalkes) dengan memenuhi alat pelindung diri, ruang isolasi dan alat tes, ruang rawat, ruang intensive care unit, ruang isolasi mandiri dan manajemen kasus/tatalaksana yang jelas;
  3. peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dengan memenuhi jumlah tenaga kesehatan, beserta insentifnya;
  4. efesiensi pemanfaatan pembiayaan kesehatan;
  5. penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional untuk memastikan tercapainya cakupan semesta/universal health coverage di setiap Pemerintah Daerah, provinsi dan kabupaten/kota; dan
  6. penganggaran dan pembayaran iuran jaminan Kesehatan nasional sesuai dengan peraturan perundangan secara tepat waktu dan tepat jumlah.
Pemerintah Daerah mengalokasikan belanja pegawai diluar tunjangan guru yang dialokasikan melalui TKD paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari total belanja APBD.

Belanja pegawai tidak termasuk belanja untuk tambahan penghasilan guru, tunjangan khusus guru, tunjangan profesi  guru dan tunjangan sejenis lainnya yang bersumber dari TKD yang telah ditentukan penggunaannya.

Dalam hal persentase belanja pegawai daerah telah melebihi 30% (tiga puluh persen), Pemerintah Daerah harus menyesuaikan porsi belanja pegawai daerah secara bertahap dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya UndangUndang Nomor 1 Tahun 2022.

Ketentuan pemberian TPP ASN:
  1. Memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan DPRD dilakukan pada saat pembahasan KUA dan PPAS;
  2. penentuan kriteria pemberian TPP ASN dimaksud didasarkan pada pertimbangan beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja, dan/atau pertimbangan objektif lainnya;
  3. pemberian TPP ASN ditetapkan dengan peraturan kepala daerah dengan berpedoman pada peraturan pemerintah;
  4. dalam hal belum adanya peraturan pemerintah dimaksud, kepala daerah dapat memberikan TPP ASN setelah mendapat persetujuan Menteri Dalam Negeri. Persetujuan Menteri Dalam Negeri diberikan setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang keuangan; dan
  5. dalam hal Kepala Daerah menetapkan pemberian TPP ASN tidak sesuai dengan ketentuan atau melampaui persetujuan Menteri Dalam Negeri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan melakukan penundaan dan/atau pemotongan DTU atas usulan Menteri Dalam Negeri.
  6. Alokasi anggaran TPP bagi inspektur lebih kecil dari sekretaris daerah dan lebih besar dari kepala perangkat daerah lainnya.
  7. Dalam rangka tertib administrasi dan kepastian pemberian TPP kepada ASN, maka Pemerintah Daerah tidak lagi mengajukan permohonan persetujuan kepada Menteri Dalam Negeri apabila tidak terdapat perubahan besaran nominal alokasi TPP ASN TA 2023 dibandingkan dengan TPP ASN TA 2022.
Kebijakan TPP untuk TA 2023, yaitu:
  1. sama dengan nominal alokasi TPP TA sebelumnya;
  2. dapat melebihi nominal alokasi TA sebelumnya sepanjang:
  • merupakan hasil realokasi anggaran belanja pegawai dalam APBD, antara lain uang lembur dan/atau kompensasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang diterima pegawai ASN pada TA sebelumnya;
  • merupakan pemberian TPP berdasarkan kriteria kondisi kerja kepada perangkat daerah yang terkait langsung dalam upaya pencegahan dan penanganan Corona Virus Disease 19 yang diatur lebih lanjut oleh kepala daerah; dan
  • merupakan pemberian TPP berdasarkan kriteria prestasi kerja kepada individu dan/atau perangkat daerah yang menerapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik antara lain Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD), Kartu Kredit Pemerintah Daerah pada belanja pengadaan barang dan jasa, dan SIPD secara terintregrasi dalam pengelolaan keuangan daerah.
Kebijakan pemberian TPP ASN TA 2023 juga memperhatikan rekomendasi KPK dalam rangka mendukung program koordinasi dan supervisi KPK sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 6 huruf a, huruf b dan huruf c Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pemerintah Daerah dalam menganggarkan TPP ASN agar memedomani:
  1. menggunakan hasil evaluasi jabatan yang telah divalidasi kementerian terkait sesuai dengan regulasi mengenai evaluasi jabatan PNS;
  2. mengintegrasikan pembayaran insentif dan honorarium ke dalam formulasi penganggaran TPP ASN;
  3. pemberian sanksi administratif berupa penundaan pembayaran TPP dalam hal ASN penerima TPP tidak patuh dalam pelaporan LHKPN, menguasai atau memanfaatkan aset milik/dikuasai Pemerintah Daerah secara tidak sah, dan/atau belum menyelesaikan kerugian negara/daerah berdasarkan hasil audit dan rekomendasi BPK atau Inspektorat/APIP; dan
  4. mengingat relatif tingginya resiko terjadinya korupsi dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa, agar Pemerintah Daerah memprioritaskan pemberian TPP kepada jabatan fungsional dan/atau ASN di Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) mengacu kepada hasil evaluasi jabatan.
Mekanisme pengajuan persetujuan pemberian TPP ASN kepada Menteri Dalam Negeri dengan ketentuan:
  1. permohonan persetujuan TPP diajukan melalui Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah dengan menggunakan SIPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. validasi atas perhitungan pemberian TPP ASN olehBiro Organisasi dan Tata Laksana Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri dengan memperhatikan Tata Cara Persetujuan Menteri Dalam Negeri terhadap Tambahan Penghasilan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. berdasarkan hasil validasi pada butir ii, Ditjen Bina Keuangan Daerah meminta pertimbangan kepada Kementerian Keuangan c.q Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan; dan
  4. berdasarkan pertimbangan pada butir iii, Ditjen Bina Keuangan Daerah mengeluarkan persetujuan pemberian TPP ASN kepada Pemerintah Daerah.
Belanja Hibah

Belanja hibah diberikan kepada:
  1. Pemerintah Pusat;
  2. Pemerintah Daerah lainnya;
  3. Badan Usaha Milik Negara;
  4. BUMD;
  5. BUMDes;
  6. Badan dan lembaga, serta organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia; dan/atau Partai Politik.
Hibah kepada pemerintah pusat diberikan kepada satuan kerja dari kementerian/lembaga non kementerian yang wilayah kerjanya berada dalam daerah yang bersangkutan, dengan ketentuan:
  1. Wilayah kerjanya termasuk dari kabupaten/kota kepada instansi vertikal yang wilayah kerjanya pada provinsi;
  2. Hibah kepada pemerintah pusat dapat diberikan lebih dari 1 (satu) kali dalam tahun berkenaan sesuai kemampuan keuangan daerah kecuali hibah kepada unit kerja kementerian dalam negeri yang membidangi urusan administrasi kependudukan untuk penyediaan blanko KTP.
Belanja hibah dianggarkan sesuai dengan tugas dan fungsi perangkat daerah terkait yaitu:
  1. Belanja Hibah terkait urusan dan kewenangan daerah dalam rangka menunjang program, kegiatan dan sub kegiatan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dianggarkan pada SKPD;
  2. Belanja Hibah terkait hubungan antar lembaga pemerintahan dan/atau instansi vertikal dalam rangka menunjang program, kegiatan dan sub kegiatan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dianggarkan pada SKPD yang melaksanakan urusan Pemerintahan Umum;
  3. Belanja Hibah yang bukan urusan dan kewenanganPemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mendukung program, kegiatan dan sub kegiatan Pemerintah Daerah dianggarkan pada Sekretariat Daerah.
Belanja Bantuan Sosial

Belanja bantuan sosial dapat dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan berupa uang dan/atau barang kepada:
  1. individu;
  2. keluarga;
  3. kelompok dan/atau masyarakat, yang mengalami risiko sosial;
  4. lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok, dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai dampak risiko sosial.
Pengecualian bantuan sosial yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan antara lain amanat bantuan sosial dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 19 dan dampaknya, pemberian uang duka bagi masyarakat miskin dengan kriteria dan besaran diatur dalam perkada yang merupakan pelaksanaan program dan kegiatan Pemerintah Daerah yang tercantum dalam RPJMD, serta keadaan tidak stabil yang terjadi secara tiba-tiba sebagai akibat dari situasi krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, dan fenomena alam sebagaimana dimaksud pada penjelasan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

Belanja bantuan sosial dianggarkan sesuai dengan tugas dan fungsi perangkat daerah terkait yaitu:
  1. Belanja Bantuan Sosial terkait urusan dan kewenangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dianggarkan pada SKPD;
  2. Belanja Bantuan Sosial yang bukan Urusan dan kewenangan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mendukung program, kegiatan dan sub kegiatan Pemerintah Daerah dianggarkan pada Sekretariat Daerah.
Belanja Tidak Terduga (BTT)

BTT digunakan untuk menganggarkan:
  1. pengeluaran untuk keadaan darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Keadaan darurat meliputi bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial dan/atau kejadian luar biasa, pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan, dan/atau kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik.
  2. Keperluan mendesak sesuai dengan karakteristik masingmasing Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Kriteria keadaan darurat dan keperluan mendesak ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD TA 2023.
  4. Pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya untuk menganggarkan pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah yang bersifat tidak berulang yang terjadi pada tahun sebelumnya.
  5. Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan anggaran penanganan Corona Virus Disease 19 dan dampaknya pada BTT dengan memperhatikan kebijakan kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penggunaan BTT untuk mendanai keadaan darurat dalam rangka kebutuhan tanggap darurat bencana, konflik sosial, dan/atau kejadian luar biasa dilakukan dengan pembebanan langsung kepada belanja tidak terduga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penggunaan BTT untuk keadaan darurat di luar penggunaan tersebut pada angka 5) dan untuk mendanai keperluan mendesak dapat dilakukan melalui pergeseran anggaran dari BTT ke anggaran belanja sesuai dengan program, kegiatan dan sub kegiatan pada SKPD terkait yang mekanismenya diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Belanja Bantuan Keuangan

Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang memiliki desa menganggarkan Dana Desa (DD) yang diterima dari APBN dalam jenis belanja bantuan keuangan kepada pemerintah desa dalam APBD kabupaten/kota TA 2023 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang memiliki desa harus menganggarkan Alokasi Dana Desa (ADD) untuk pemerintah desa dalam jenis belanja bantuan keuangan kepada pemerintah desa paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari DTU (DAU dan DBH) yang diterima oleh kabupaten/kota yang memiliki desa dalam APBD TA 2023 tidak termasuk DBH-CHT, DBH-SDA Kehutanan Dana Reboisasi, dan Tambahan DBH Minyak dan Gas Bumi dalam rangka otonomi khusus sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

ADD diprioritaskan penggunaannya untuk kebutuhan pembayaran Penghasilan Tetap (Siltap) aparat desa.

ADD dapat digunakan sebagian untuk mendaftarkan peserta PBPU yang didaftarkan oleh Pemerintah Desa yang belum tercakup dalam kepesertaan JKN.

Dalam hal ADD yang dialokasikan dalam APBD tidak tersalur 100% (seratus persen), Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang memiliki desa menganggarkan sisa ADD yang belum tersalur tersebut dalam APBD tahun berikutnya sebagai tambahan ADD kepada pemerintah desa. Sisa ADD tersebut merupakan kurang bayar ADD TA 2022 dan terpisah dari ADD TA 2023.



Post a Comment for "Peraturan Menteri Dalam Negeri No 84 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2023"