Prof Denny Indrayana : Jokowi bukan hanya bisa, tapi wajib dimakzulkan
Prof.Denny Indrayana,S.H.,LL.M.,Ph.D. kembali membuat heboh jagat maya dengan men tweet sebuah tulisan yang cukup tajam kepada Presiden Jokowi, Prof Denny menjelaskan bahwa Presiden Jokowi seharunya dimakzulkan oleh DPR RI dengan beberapa tuduhan serius. Berikut adalah pernyataan Prof.Denny Indrayana,S.H.,LL.M.,Ph.D. dalam akun youtubnya:
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh. Saya sedang berada di Queens Club, Victoria, saat
ini sedang memancing meskipun suhu mencapai dua derajat Celcius yang sangat
dingin. Mari kita latih logika yang sehat dan waras. Mengapa? Karena di negara
Konoha atau Indonesia, terdapat cara-cara berpikir yang aneh dan tidak masuk
akal.
Misalnya, ketika
Kaesang ingin maju sebagai calon kepala daerah, ada yang mengatakan bahwa
karena ia memiliki kartu keluarga yang berbeda dengan Presiden Jokowi, maka
tidak ada dinasti. Ada juga yang mengatakan bahwa Presiden Jokowi tidak bisa
dihimpit karena dipilih langsung oleh rakyat. Logika-logika seperti ini salah
secara mendasar dan perlu diperbaiki.
Presiden Jokowi
bukan hanya bisa dimaksudkan, bahkan seharusnya wajib dimaksudkan. Ada tiga
pelanggaran yang dengan jelas dilakukan dengan logika sederhana. Pertama,
Presiden Jokowi diduga melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan laporan pada
10 Januari 2022. Hingga saat ini, belum ada perkembangan progresnya di KPK
terkait laporan tersebut. Dalam laporan itu, dijelaskan adanya penyuntikan
modal dari perusahaan Ventura di luar negeri ke perusahaan anak-anak presiden.
Ini bukanlah suntikan modal, melainkan suap dan korupsi. Oleh karena itu, KPK
seharusnya mengusutnya secara tuntas, dan jika terbukti, bisa menjadi pintu
masuk pemakzulan presiden.
Kedua, Presiden
Jokowi melakukan pelanggaran pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,
yaitu menghalangi penegakan hukum pemberantasan korupsi. Ada elit yang
seharusnya diproses oleh KPK, namun tidak dilakukan karena mereka berada dalam
barisan koalisi. Para pimpinan KPK telah mengunjungi seorang anggota kabinet
untuk meminta izin kepada presiden agar elit tersebut bisa diproses. Namun,
sampai sekarang, dugaan tindak pidana korupsi tersebut tidak berjalan di KPK
karena yang bersangkutan masih dalam barisan koalisi.
Ketiga, ada kasus
pembegalan Partai Demokrat yang lebih parah dari "motor gate" di
Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan Presiden RI harus mundur agar tidak
dipecat karena upaya menyadap kantor Demokrat saat kampanye pemilihan presiden
tahun 1972. Pembegalan Partai Demokrat bukanlah hak politik, melainkan
kejahatan. Ini merupakan pelanggaran hak berserikat, hak berorganisasi, dan hak
berpartai politik dalam konteks hak asasi manusia. Presiden Jokowi melakukan
pembiaran terhadap kejahatan ini, yang juga merupakan pelanggaran.
Hari ini kita
belajar logika sederhana. Yang terjadi bukanlah pernyataan modal kepada
anak-anak Presiden, melainkan perdagangan pengaruh. Juga bukanlah upaya
pemberantasan korupsi, melainkan menghalangi pemberantasan korupsi terhadap
teman koalisi. Ini melanggar pasal 21 "abstruction of justice", yang
masuk dalam korupsi. Terakhir, ini bukanlah hak berpolitik, melainkan
pelanggaran hak berserikat, hak berorganisasi. Oleh karena itu, di negara
Konoha atau Indonesia, kita perlu melatih logika politik sederhana dan menjadi
orang yang berpikir sehat.
Presiden Jokowi
bukan hanya bisa dimaksudkan, tetapi sebenarnya wajib diberhentikan oleh DPR.
Bukan karena ketidakmampuan, tetapi karena DPR tidak mau memulai proses
pendakwaan, menyatakan pendapat, atau mengadakan hak angket untuk menyelidiki
dugaan pelanggaran pasal-pasal investasi dalam konstitusi Indonesia. Semoga
rakyat Indonesia bisa melatih logika sederhana ini dan merebut kembali
kedaulatan dari elit-elit yang berpikir keliru dan koruptif. Saya Deni
Indrayana, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Post a Comment for "Prof Denny Indrayana : Jokowi bukan hanya bisa, tapi wajib dimakzulkan"