Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perlakuan Akuntansi dalam Kerugian Negara/Daerah


Dalam kasus kerugian Negara/daerah, ada empat akun besar yang bisa menjadi  sumber dari kerugian Negara/daerah. Keempat akun tersebut adalah: 1) Penerimaan 9 (Receipt), 2) Pengeluaran (Expenditure), 3) Aset (Asset), dan 4) Kewajiban (Liabilities), atau dikenal dengan istilah R.E.A.L Tree.

Kerugian Keuangan Negara Berkenaan dengan Penerimaan

  1. Wajib bayar tidak menyetorkan kewajibannya ke kas Negara atau penyetorannya sangat terlambat. 
  2. Penerimaan Negara tidak disetor secara penuh, karena terdapat dua aturan yang dipakai atau menggunakan sistem tarif atas dan tarif bawah. 
  3. Penyimpangan akibat adanya pengurangan/dispensasi oleh pejabat yang berwenang.
Kerugian Keuangan Negara Berkenaan dengan Pengeluaran
Kerugian Keuangan Negara yang berkenaan dengan kegiatan transaksi pengeluaran dapat terjadi karena:
  1. Kegiatan fiktif, bisa terjadi pada seorang bendahara dengan pertanggungjawaban bon-bon fiktif atau kegiatan proyek abal-abal yang telah diprogramkan dalam anggaran, biaya dikeluarkan tetapi tidak pernah ada kegiatan.
  2. Pengeluaran ganda, seperti pengeluaran untuk kegiatan yang sama telah dianggarkan dan dikeluarkan oleh instansi/departemen lain tetapi juga dikeluarkan oleh departemen yang bersangkutan. Contoh pengeluaran untuk keamanan Pemilu.
  3. Pengeluaran resmi, akan tetapi dilakukan dengan cepat, misalnya pembayaran kepada kontraktor sebelum pekerjaan selesai.
Kerugian Keuangan Negara Berkenaan dengan Aset
Terdapat 4 sumber kerugian keuangan Negara terkait dengan aset seperti yang dijelaskan pada bagian di bawah ini:
  1. Pengadaan Barang dan Jasa - Bentuk kerugian keuangan Negara dari pengadaan barang dan jasa adalah pembayaran yang melebihi jumlah seharusnya.
  2. Pelepasan Aset - Bentuk dan kerugian Negara/daerah yang dapat ditimbulkan dari pelepasan aset antara lain nilai aset yang dilepas lebih rendah dari yang seharusnya.
  3. Pemanfaatan Aset - Bentuk dan kerugian keuangan Negara yang dapat ditimbulkan dari pemanfatan aset antara lain Negara tidak memperoleh imbalan yang layak jika dibandingan dengan harga pasar, Negara ikut menanggung kerugian dalam kerja sama operasional yang melibatkan aset Negara yang dikerjasamakan kepada mitra usaha, dan Negara kehilangan aset yang dijadikan jaminan kepada pihak ketiga.
  4. Penempatan Aset - Bentuk dan kerugian Negara/daerah yang dapat ditimbulkan dari penempatan aset antara lain imbalan yang tidak sesuai dengan risiko.
Kerugian Keuangan Negara Berkenaan dengan Kewajiban
Kerugian Negara yang berkaitan dengan kewajiban dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut:
  1. Perikatan Pejabat Negara / BUMN yang dapat menimbulkan kewajiban nyata. Hal ini bisa terjadi karena timbulnya sebuah transaksi fiktif atau transaksi titipan yang menimbulkan tagihan yang harus dibayar sebesar pokok dan bunganya.
  2. Kewajiban tersembunyi, yaitu pejabat akan menyembunyikan biaya-biaya ilegal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan ke dalam kewajiban (hutang) tahun berjalan yang belum jatuh tempo kepada pihak yang masih berafiliasi, hal tersebut akan dapat diketahui pada saat kewajiban tersebut dilakukan audit.
Pengertian dan Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

Pengertian kerugian Negara/daerah menurut Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

Kerugian Negara/daerah dapat terjadi karena pelanggaran hukum atau kelalaian pejabat Negara atau pegawai negeri bukan bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan administratif atau oleh bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan kebendaharaan.

Selanjutnya dalam penjelasan umum UU Nomor 1 Tahun 2004 ditegaskan:

“Untuk menghindari terjadinya kerugian keuangan Negara/daerah akibat tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang, dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara ini diatur ketentuan mengenai penyelesaian kerugian Negara/daerah”.

Penyelesaian kerugian Negara/daerah yang diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 adalah setidaknya menyebutkan 16 point penting yatiu:
  1. Setiap kerugian Negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan Negara, wajib mengganti kerugian tersebut.
  3. Setiap pimpinan kementerian Negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui bahwa dalam kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
  4. Setiap kerugian Negara/daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala kantor kepada menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota dan diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian Negara/daerah itu diketahui.
  5. Segera setelah kerugian Negara/daerah tersebut diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian Negara/daerah dimaksud.
  6. Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian Negara/daerah, menteri/pimpinan lembaga/gubernur/ bupati/walikota yang bersangkutan segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.
  7. Pengenaan ganti kerugian Negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
  8. Apabila dalam pemeriksaan kerugian Negara/daerah sebagaimana ditemukan unsur pidana, Badan Pemeriksa Keuangan menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  9. Ketentuan lebih lanjut tentang pengenaan ganti kerugian Negara/daerah terhadap bendahara diatur dalam undang-undang mengenai pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
  10. Pengenaan ganti kerugian Negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota.
  11. Tata cara tuntutan ganti kerugian Negara/daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain dan peraturan turunannya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 133 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Tuntutan Ganti Kerugian Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain. Sedangkan khusus untuk Kerugian Negara/Daerah yang disebabkan oleh Bendahara diatur tersendiri dalam Peraturan Kepala BPK Nomor 3 Tahun 2007 tentang  Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/daerah Terhadap Bendahara.
  12. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian Negara/daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
  13. Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi.
  14. Kewajiban bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain untuk membayar ganti rugi, menjadi kadaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan.
  15. Dalam hal bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang dikenai tuntutan ganti kerugian Negara/daerah berada dalam pengampuan, melarikan diri, atau meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris, terbatas pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya, yang berasal dari bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan.
  16. Tanggung jawab pengampu (yang memperoleh hak/ahli waris) untuk membayar ganti kerugian Negara/daerah menjadi hapus apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan diketahui melarikan diri atau meninggal dunia, pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris tidak diberi tahu oleh pejabat yang berwenang mengenai adanya kerugian Negara/daerah.
Sesuai amanat Undang-undang Nomor 1 tahun 2004, ketentuan lebih lanjut tentang pengenaan ganti kerugian Negara/daerah terhadap bendahara diatur dalam undang-undang mengenai pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Pengenaan Ganti Kerugian Negara/Daerah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah:

  1. BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan Negara/daerah.
  2. Bendahara dapat mengajukan keberatan atau pembelaan diri kepada BPK dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima surat keputusan.
  3. Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan atau pembelaan dirinya ditolak, BPK menetapkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian Negara/daerah kepada bendahara bersangkutan.
  4. Tata cara penyelesaian ganti kerugian Negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah.
  5. Tata cara penyelesaian ganti kerugian Negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-undang ini.

Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah terhadap Bendahara

Pada tahun 2007 telah terbit Peraturan Kepala BPK Nomor 3 Tahun 2007 tentang  Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/daerah Terhadap Bendahara. Uraian singkat Tata Cara Penyelesaian Ganti kerugian Negara/daerah terhadap Bendahara berdasarkan Peraturan Kepala BPK Nomor 3 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:

  1. Informasi tentang kerugian Negara/daerah dapat diketahui dari pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, pengawasan aparat pengawasan fungsional, pengawasan dan/atau pemberitahuan atasan langsung bendahara atau kepala kantor/satuan kerja, dan perhitungan ex officio.
  2. Pimpinan instansi wajib membentuk Tim Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah (TPKN) yang diketuai oleh sekretaris jenderal/kepala kesekretariatan badan-badan lain/sekretaris daerah provinsi/kabupaten/kota.
  3. Atasan langsung bendahara atau kepala satuan kerja wajib melaporkan setiap kerugian Negara/daerah kepada pimpinan instansi dan memberitahukan Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian Negara/daerah diketahui.
  4. Pimpinan instansi segera menugaskan TPKN untuk menindaklanjuti setiap kasus kerugian Negara/daerah selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak menerima laporan.
  5. TPKN mengumpulkan dan melakukan verifikasi dokumen-dokumen terkait, dan harus menyelesaikan verifikasi dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak memperoleh penugasan.
  6. TPKN melaporkan hasil verifikasi dalam Laporan Hasil Verifikasi kerugian Negara/daerah dan menyampaikan kepada pimpinan instansi.
  7. Pimpinan instansi menyampaikan Laporan Hasil Verifikasi kerugian Negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat 30 lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterima dari TPKN.
  8. Badan Pemeriksa Keuangan melakukan pemeriksaan atas laporan kerugian Negara/daerah berdasarkan laporan hasil penelitian untuk menyimpulkan telah terjadi kerugian Negara/daerah yang meliputi nilai kerugian Negara/daerah, perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, dan penanggung jawab.
  9. Apabila dari hasil pemeriksaan terbukti ada perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat kepada pimpinan instansi untuk memproses penyelesaian kerugian Negara/daerah melalui Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM).
  10. Apabila dari hasil pemeriksaan ternyata tidak terdapat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat kepada pimpinan instansi agar kasus kerugian Negara/daerah dihapuskan dan dikeluarkan dari daftar kerugian Negara/daerah.
  11. Pimpinan instansi memerintahkan TPKN mengupayakan agar bendahara bersedia membuat dan menandatangani SKTJM paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima surat dari Badan Pemeriksa Keuangan.
  12. Dalam hal bendahara menandatangani SKTJM, maka yang bersangkutan wajib menyerahkan jaminan kepada TPKN, antara lain dalam bentuk bukti kepemilikan barang dan/atau kekayaan lain atas nama bendahara dan surat kuasa menjual dan/atau mencairkan barang dan/atau kekayaan lain dari bendahara.
  13. Penggantian kerugian Negara/daerah dilakukan secara tunai selambat-lambatnya 40 (empat puluh) hari kerja sejak SKTJM ditandatangani.
  14. Dalam hal SKTJM tidak diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian Negara/daerah, pimpinan instansi mengeluarkan surat keputusan pembebanan sementara dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak bendahara tidak bersedia menandatangani SKTJM.
  15. Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan Surat Keputusan Penetapan Batas Waktu (SK PBW) apabila (a) Badan Pemeriksa Keuangan tidak menerima Laporan Hasil Verifikasi kerugian Negara/daerah dari pimpinan instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2); dan (b) Berdasarkan pemberitahuan pimpinan instansi tentang pelaksanaan SKTJM ternyata bendahara tidak melaksanakan SKTJM. SK PBW adalah surat keputusan yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan tentang pemberian kesempatan kepada bendahara untuk mengajukan keberatan atau pembelaan diri atas tuntutan penggantian kerugian Negara/daerah.
  16. Bendahara dapat mengajukan keberatan atas SK PBW kepada Badan Pemeriksa Keuangan dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah tanggal penerimaan SK PBW.
  17. Badan Pemeriksa Keuangan menerima atau menolak keberatan bendahara, dalam kurun waktu 6 (enam) bulan sejak surat keberatan dari bendahara tersebut diterima oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
  18. Apabila setelah jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 terlampaui, Badan Pemeriksa Keuangan tidak mengeluarkan putusan atas keberatan yang diajukan bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, maka keberatan dari Bendahara diterima.
  19. Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat keputusan pembebanan apabila: (a) jangka waktu untuk mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 telah terlampaui dan bendahara tidak mengajukan keberatan; atau (b) bendahara mengajukan keberatan tetapi ditolak; (c) telah melampaui jangka waktu 40 (empat puluh) hari sejak ditandatangani SKTJM 39 namun kerugian Negara/daerah belum diganti sepenuhnya.
  20. Surat Keputusan Pembebanan telah mempunyai kekuatan hukum yang bersifat final.
  21. Berdasarkan surat keputusan pembebanan dari Badan Pemeriksa Keuangan, bendahara wajib mengganti kerugian Negara/daerah dengan cara menyetorkan secara tunai ke kas Negara/daerah dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah menerima surat keputusan pembebanan.
  22. Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat keputusan pembebasan, apabila menerima keberatan yang diajukan oleh bendahara/pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris.
  23. Bendahara yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian Negara/daerah dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  24. Putusan hakim yang menjatuhkan hukuman terhadap seorang bendahara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat dijadikan bukti tentang perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai dalam proses tuntutan penggantian kerugian Negara/daerah.
  25. Dalam hal nilai penggantian kerugian Negara/daerah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berbeda dengan nilai kerugian Negara/daerah dalam surat keputusan pembebanan, maka kerugian Negara/daerah wajib dikembalikan sebesar nilai yang tercantum dalam surat keputusan pembebanan.
  26. Apabila sudah dilakukan eksekusi atas putusan pengadilan untuk penggantian kerugian  Negara/daerah dengan cara disetorkan ke kas Negara/daerah, pelaksanaan surat keputusan pembebanan diperhitungkan sesuai dengan nilai penggantian yang sudah disetorkan ke kas Negara/daerah.

Pengakuan

Berdasarkan Bultek 20 tentang Akuntansi Kerugian Negara/Daerah menjelaskan bahwa Pengakuan atas kejadian yang mengakibatkan terjadinya kerugian Negara/daerah yang disebabkan oleh Bendahara dapat terdiri dari:

  • Pengakuan atas kekurangan kas tunai, surat berharga dan barang milik Negara. Diakui pada saat terbukti berdasarkan fakta dengan melakukan reklasifikasi di neraca atas kekurangan kas tunai, surat berharga dan barang milik Negara tersebut dari jumlah semestinya menjadi Aset Lainnya.
  • Pengakuan atas Piutang Tuntutan Perbendaharaan Diakui di neraca menjadi Piutang Tuntutan Perbendaharaan pada saat terbit SKTJM atau Surat Keputusan Pembebanan dari BPK.
  • Pengakuan Beban Apabila kekurangan kas tersebut terbukti bukan kesalahan bendahara, maka akan diakui sebagai beban non operasional.

Pengukuran

Berdasarkan Bultek 20 tentang Akuntansi Kerugian Negara/Daerah menjelaskan bahwa Pengukuran nilai kerugian Negara/daerah yang berasal dari kerugian Negara/daerah karena bendahara adalah:

  • Uang tunai kerugian Negara/daerah diukur sebesar kekurangan saldo kas dari saldo kas semestinya, yang harus dipertanggungjawabkan oleh bendahara penanggung jawab uang tunai tersebut.
  • kerugian Negara/daerah berbentuk surat berharga diukur dengan nilai buku atau nilai tercatat kekurangan jumlah surat berharga di tangan Bendahara dibanding jumlah semestinya, yang harus dipertanggungjawabkan bendahara sebagai kustodian surat berharga.
  • kerugian Negara/daerah berbentuk barang milik Negara diukur dengan nilai buku atau nilai tercatat kekurangan jumlah fisik barang milik Negara di bawah pengawasan Bendahara dibanding jumlah semestinya, yang harus dipertanggungjawabkan bendahara.
Contoh Kasus (Kerugian Negara/Daerah yang Disebabkan oleh Bendahara)

Tanggal 1 Juni 2020, berdasarkan Pemeriksaan Kas atas Bendahara Pengeluaran Sekertariat DPRD di Kabupaten ABC oleh Badan Pemeriksa Keuangan, ditemukan adanya selisih Kas dengan Catatan di Buku Kas Umum (ketekoran kas) sebesar Rp25 juta, maka jurnal untuk kejadian tersebut sebagai berikut:
  • Pada saat diketahui terjadinya kekurangan kas

Uraian

Debet (Rp)

Kredit (Rp)

Aset Lainnya

25.000.000

 

            Kas di Bendahara di Pengeluaran

 

25.000.000

  • Tanggal 1 September 2020, Bendahara mengakui kesalahannya dan menandatangani SKTJM.

Uraian

Debet (Rp)

Kredit (Rp)

Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan

25.000.000

 

            Aset Lainnya

 

25.000.000


Catatan:

Dalam hal SKTJM tidak diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian Negara/daerah, pimpinan instansi mengeluarkan Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian Sementara (SKP2KS) dan memberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selanjutnya BPK mengeluarkan Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian (SKP2K). Piutang baru diakui ketika BPK mengeluarkan SKP2K.

Tetapi apabila berdasarkan keputusan pihak yang berwenang Bendahara dinyatakan tidak bersalah (berdasarkan Pasal 12 ayat 3 Peraturan Kepala BPK Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Bendahara, apabila dari hasil pemeriksaan BPK ternyata tidak terdapat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat kepada pimpinan instansi agar kasus Kerugian Negara dihapuskan dan dikeluarkan dari daftar Kerugian Negara), maka jurnalnya adalah sebagai berikut:

Uraian

Debet (Rp)

Kredit (Rp)

Beban Non Operasional

25.000.000

 

            Aset Lainnya

 

25.000.000


Tanggal 20 September 2020, Bendahara mengganti Kerugian Negara tersebut seluruhnya.

Uraian

Debet (Rp)

Kredit (Rp)

Kas di Bendahara Pengeluaran

25.000.000

 

       Bagian Lancar Tuntan Perbendaharaan

 

25.000.000


Jika sampai dengan 31 desember tahun berkenaan kerugian daerah (ketekoran kas) tidak dapat dipulihkan maka BUD wajib melakukan koreksi SiLPA terhadap kas yang tidak dapat dipertanggungjawabkan tersebut dan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan pemerintah daerah.

Kerugian Negara/Daerah yang Disebabkan oleh Pegawai Negeri Bukan Bendahara

Tuntutan Ganti Rugi adalah suatu proses yang dilakukan terhadap Pegawai Negeri bukan Bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas kerugian yang diderita oleh Negara sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar hukum atau kelalaian yang dilakukan oleh pegawai tersebut dalam melakukan kewajibannya.

Kerugian Negara/daerah pegawai negeri bukan bendahara antara lain dapat terjadi karena kehilangan aset tetap, persediaan, surat berharga dan aset lain selain uang kas di bawah penguasaan dan/atau tanggung jawab pegawai bukan bendahara.

Suatu peristiwa yang mengakibatkan terjadinya kerugian Negara/daerah yang disebabkan oleh pegawai bukan Bendahara dapat mengakibatkan beberapa pengakuan akuntansi yaitu:
  1. Pengakuan atas kekurangan aset tetap, persediaan, surat berharga dan aset lain selain uang kas  Diakui pada saat terbukti berdasarkan fakta dengan melakukan reklasifikasi di neraca atas kekurangan aset tetap, persediaan, surat berharga dan aset lain selain uang kas tersebut dari jumlah semestinya menjadi Aset Lainnya.
  2. Pengakuan atas Piutang TGR Diakui di neraca pada saat terbit SKTJM atau Surat Keputusan pejabat berwenang.
  3. Pengakuan Beban Apabila kehilangan kendaraan tersebut terbukti bukan kesalahan pegawai bukan Bendahara maka akan diakui sebagai beban non operasional.
Pengukuran nilai kerugian Negara/daerah yang berasal dari kerugian Negara/daerah karena pegawai bukan bendahara sebagai berikut :
  1. Kerugian Negara/daerah berbentuk surat berharga diukur dengan nilai buku atau nilai tercatat kekurangan jumlah surat berharga di bawah kekuasaan Pegawai Bukan Bendahara dibanding jumlah semestinya, yang harus dipertanggungjawabkan pegawai bukan bendahara sebagai penanggung jawab surat berharga.
  2. Kerugian Negara/daerah berbentuk barang seperti persediaan dan aset tetap diukur dengan nilai buku atau nilai yang ditetapkan oleh Tim yang dibentuk untuk menangani kerugian Negara/daerah atas barang di bawah pengawasan pegawai bukan bendahara dibanding jumlah semestinya, yang harus dipertanggungjawabkan pegawai bukan bendahara sebagai penanggung jawab barang milik Negara tersebut.
Contoh Kasus (Kerugian Negara/Daerah yang Disebabkan oleh Pegawai Negeri Bukan Bendahara)

Pada tanggal 1 Juni 2020 pegawai bukan bendahara pada Dinas Kesehatan menghilangkan kendaraan dinas yang dipergunakan ke pasar dengan nilai perolehan Rp120.000.000,00 dan nilai akumulasi penyusutan sebesar Rp72.000.000,00 sehingga memiliki nilai buku Rp48.000.000,00.
  • Pada saat terjadinya kehilangan berdasarkan surat keterangan kehilangan dari kepolisian, maka Dinas Kesehatan membuat jurnal Untuk mereklasifikasi Aset Tetap yang hilang ke Aset Lainnya:

Uraian

Debet (Rp)

Kredit (Rp)

Aset Lainnya

48.000.000

 

Akumulasi Penyusutan

72.000.000

 

            Aset Tetap – Kendaraan Bermotor

 

120.000.000


Karena penghapusan merupakan kewenangan pengelola barang yang dilaksanakan oleh Pelaksana Pengelola Barang yaitu PPKD, untuk mengalihkan pencatatan aset yang hilang ke PPKD:

Uraian

Debet (Rp)

Kredit (Rp)

RK/PPKD

48.000.000

 

            Aset Lainnya

 

48.000.000


Proses akuntansi di SKPD telah selesai sampai di sini, karena kewenangan penghapusan dan pengenaan TGR berada pada PPKD.
  • Proses akuntansi pada PPKD selanjutnya adalah menerima pengalihan aset lainnya-aset lain-lain dari Dinas Kesehatan:

Uraian

Debet (Rp)

Kredit (Rp)

Aset Lainnya

48.000.000

 

            RK/SKPD

 

48.000.000


Setelah melalui proses majelis pertimbangan kerugian daerah, maka terdapat beberapa opsi keputusan sebagai berikut:
  • Bila atas kehilangan tersebut pegawai dinyatakan tidak bersalah, maka untuk menghapuskan Aset yang hilang, berdasarkan Berita Acara Penghapusan Aset, PPKD menjurnal:

Uraian

Debet (Rp)

Kredit (Rp)

Defisit Non Operasional-LO

48.000.000

 

           Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi

 

48.000.000

  • Bila atas kehilangan tersebut pegawai dinyatakan bersalah, dan harus membayar TGR sebesar nilai buku Aset yang diangsur dalam waktu bulan, maka untuk mencatat TGR dan menghapuskan Aset yang hilang, berdasarkan Keputusan TGR dan Berita Acara Penghapusan Aset, PPKD menjurnal:

Uraian

Debet (Rp)

Kredit (Rp)

Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi

48.000.000

 

            Aset Lainnya

 

48.000.000

  • Bila atas kehilangan tersebut pegawai dinyatakan bersalah, dan harus membayar TGR lebih kecil dari nilai buku Aset yang diangsur dalam waktu bulan, maka untuk mencatat TGR dan menghapuskan Aset yang hilang, berdasarkan Keputusan TGR dan Berita Acara Penghapusan Aset, PPKD menjurnal:

Uraian

Debet (Rp)

Kredit (Rp)

Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi

45.000.000

 

Defisit Non Operasional-LO

3.000.000

 

            Aset Lainnya

 

48.000.000


Bila opsi b) yang terjadi, saat menerima angsuran pertama pada bulan Oktober 2020 sebesar Rp2.000.000,00, PPKD menjurnal:

Uraian

Debet (Rp)

Kredit (Rp)

Perubahan SAL

2.000.000

 

            Pendapatan TGR-LRA

 

2.000.000

Kas di Kasda

2.000.000

 

           Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi

 

2.000.000


Dalam lingkup pemerintah daerah sendiri, tata cara penyelesaian kerugian daerah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 133 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Tuntutan Ganti Kerugian Daerah Terhadap Pengawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain. Dalam pasal 2 ayat (2) Permendagri Nomor 133 Tahun 2018 disebutkan bahwa Bupati/Walikota sebagai Pejabat Penyelesaian Kerugian Daerah (PPKD). Dalam pasal 3 ayat (2) juga disbutkan bahwa wewenang PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Kepala SKPKD selaku bendahara umum daerah kecuali tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf g, dan huruf h. Pelaksanaan tugas dan wewenang kepala SKPKD  sebagai bendahara umum daerah dalam ayat (3) tidak berlaku apabila kerugian daerah dilakukan oleh kepala SKPKD.

Tim Penyelesaian Kerugian Daerah (TPKD)

Komposisi TPKD sendiri disusun berdasarkan Permendagri Nomor 133 Tahun 2018 pasal 4 bahwa:
  1. PPKD membentuk TPKD untuk menyelesaikan tuntutan kerugian daerah.
  2. TPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memiliki tugas dan wewenang: (a) Menyusun kronologis terjadinya kerugian daerah; (b) Mengumpulkan bukti pendukung terjadinya kerugian daerah; (c) Menghitung jumlah kerugian daerah; (d) Menginventarisasi harta kekayaan milik Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain yang dapat dijadikan sebagai jaminan penyelesaian Kerugian Daerah; dan (e) Melaporkan hasil pemeriksaan kepada pejabat yang membentuk.
  3. TPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas pejabat pada unit SKPD yang melaksanakan fungsi di bidang pengawasan sebagai Ketua TPKD, pejabat pada SKPKD sebagai anggota, dan pebajat lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Majelis

Komposisi Majelis sendiri disusun berdasarkan Permendagri Nomor 133 Tahun 2018 pasal 6 bahwa:
  1. PPKD membentuk Majelis untuk melakukan penyelesaian kerugian daerah.
  2. Penyelesaian kerugian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: (a) Bukan disebabkan perbuatan melanggar hukum atau lalai Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain; (b) Pihak Yang Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris dinyatakan wanprestasi atas penyelesaian Kerugian Daerah yang telah dikeluarkan SKTJM: atau (c) Penerimaan atau keberatan Pihak Yang Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris atas penerbitan Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian Sementara (SKP2KS).
  3. Mejelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan kepala daerah setiap tahun.
  4. Anggota Majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berjumlah 3 (tiga) atau 5 (lima) orang terdiri atas Sekertaris Daerah, Inspektur, dan Pejabat Lain yang diperlukan sesuai dengan keahliannya.
Semoga tulisan ini bisa memberikan tambahan informasi bagi rekan-rekan PPK dan Staf Akuntansi pada seluruh SKPD.

2 comments for "Perlakuan Akuntansi dalam Kerugian Negara/Daerah"

  1. Waw memang benar, secara umum, perlakuan akuntansi dalam kerugian negara/daerah sangat penting untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan publik. Dalam hal ini, penerapan standar akuntansi yang tepat dan pengawasan yang efektif dapat membantu meminimalkan risiko terjadinya kerugian yang tidak perlu.Dari penggunaan aplikasi manajemen keuangan juga dapat membantu membuatkan laporan dari akuntabilitas dari resiko yang besar.

    ReplyDelete
  2. terimakasih untuk informasinya, Sistem POS (Point of Sale) adalah sistem yang digunakan untuk melakukan transaksi penjualan barang atau jasa di tempat tertentu, seperti toko, restoran, atau usaha kecil lainnya

    ReplyDelete